Teror kembali muncul di Papua dalam bentuk short message service (SMS), isu makanan beracun dan penghilangan nyawa seseorang dalam bentuk ancaman pembunuhan.
Sekali lagi mengundang kepedulian para aktivis HAM di Papua. Data SUARA PAPUA setidaknya kurang lebih lima bulan belakangan ini, situasi sosial-politik dan keamanan di Papua tidak stabil.
Situasi ini dipicu sinyalemen adanya rencana Badan Intelejen Negara (BIN) melakukan operasi khusus di Papua. Saat Presidium Dewan Papua (PDP) mengumumkan secara terbuka di koran kalau mereka berkunjung ke Amerika Serikat dan bertemu beberapa anggota Kongres Amerika, salah satunya adalah Eni F.H. Faleomavega.
Di kongres Amerika sendiri, Faleomavega memang dikenal sebagai orang yang keukeh memperjuangkan penentuan nasib sendiri bagi orang Papua.
Kedatangannya ke Indonesia untuk membicarakan masalah status politik Papua. Namun kedatangannya ke Indonesia itu hanya sampai di Jakarta saja. Eni tak boleh berkunjung ke Papua alias dicekal, padahal sebelumnya Thaha Al Hamid sudah menyatakan kalau Eni akan menghadiri acara Kongres Dewan Adat Papua di GOR Cenderawasih.
Namun Eni tak seberuntung Hina Jilani yang batal datang ke Papua. Hina wanita asal Pakistan itu, adalah utusan khusus PBB dibidang Human Rights Defender (HRD) yang bertugas memantau kerja para aktifis pembela HAM, apakah mereka diintimidasi atau tidak.
‘’ Saya memang merasa pasca kedatangan Hina bulan Mei lalu, kemana saya pergi, mobil saya selalu dikuntit orang tak dikenal, ‘’kata Ketua Komnas HAM Papua Albert Rumbekwan kepada SUARA PAPUA.
Padahal menurut Albert, tak ada yang istimewa dari hasil pertemuan para anggota Komnas HAM itu dengan Hina Jilani di Swissbell Hotel.’’Kami hanya berbicara soal intern kantor kami saja,’’katanya lagi.
. “Dari sms yang saya dapat, kami dituduh menjual Indonesia ke dunia internasional. Padahal dalam pertemuan itu kami hanya bicara soal intern kantor kami saja. Tak ada lain-lain,”katanya.
Albert sering dibuntuti, telepon selular dan telepon rumahnya ikut pula disadap.
Terror kedua Albert terjadi pada hari Minggu dini hari (24/9) dirumahnya sektiar Pukul 24;30 wit. Saat itu rumahnya mati lampu dan ia keluar menyalakan lilin di teras. Diluar rumahnya, Ia melihat mobil L 200 dan motor bolak balik serta beberapa orang tak dikenal memantau rumahnya.
“Saat itu ada tetangga yang dengar kalau orang tak dikenal itu, mengatakan ke teman-temannya bahwa saya belum tidur,”ceritanya.
Bahkan lanjut Albert, orang itu sempat masuk ke dalam rumahnya dan memadamkan lilin, kemudian balik lagi dan menyalakannya. “Tetangga bangunkan saya, tetapi saya ketiduran,”ujarnya.
Sebelumnya para peneror itu sering mendatangi tetangganya, untuk menanyakan istrinya kerja dimana dan apa saja aktifitasnya.
Menurut Direktur Eksekutif Elsham Papua Aloysius Renwarin dari hasil investigasi yang dilakukan Elsham, tercatat beberapa nama aktivis HAM yang pernah mendapat teror.
Beberapa diantaranya adalah Albert Rumbekwan, SH (Ketua Komnas HAM) perwakilan Papua yang mendapat teror, intimidasi dan ancaman pembunuhan. Akibatnya sudah tiga bulan terakhir Albert tidak masuk kantor karena merasa diteror oleh sekelompok orang yang selalu mengawasinya dengan motor ataupun mendatangi rumahnya pada sore atau malam hari.
Albert juga mendapat sms yang menyatakan bahwa Albert Rumbekwan, SH harus bersedia untuk menaikkan bendera bintang kejora di halaman kantor Majelis Rakyat Papua (MRP) tanggal 1 Juli lalu dan menjadi komandan upacara. Albert kala itu dikatakan bersama Ketua MRP Agus Alua menaikkan bendera sampari yang artinya bintang fajar itu.
Teror lainnya juga menimpa Pater Jhon Jonga Pr yang mendapat teror serupa dari komandan Kopassus di daerah Waris Kabupaten Keerom. ‘’ Saya dituduh terlibat bisnis illegal kayu masohi dan coklat. Padahal itu milik umat. Saya hanya bantu antar bawa ke Kotaraja daripada mobil saya kosong turun ke Jayapura. Ini juga supaya saya dapat uang solar untuk mobil saya,’’ cerita Pater Jonga.
Teror yang membuat Pater Jonga didampingi para aktifis HAM mengadu ke Polda Papua, kalau dirinya diancam.
Lantas apakah Elsham Papua juga pernah menjadi sasaran teror ?
‘’Selama ini kami belum pernah dapat teror, karena kami anti teror!!” tutur DirEks ELSHAM, Aloysius Renwarin sambil tertawa. LSM yang bergerak dalam bidang hak asasi manusia (HAM) khususnya dalam hak sipil dan hak politik ini juga sering mengadakan investigasi untuk kasus kekerasan dan tindak kriminalitas atas keselamatan hidup manusia.
Menurut Aloy panggilan akrabnya, dalam pengambilan data atau bukti atas kasus yang terjadi, kadang juga masih mengalami kendala karena data dan bukti yang dibutuhkan sudah hilang ataupun kurang lengkap.
Terror juga pernah melanda Direktur LBH Papua Paskalis Letsoin SH, Dikeretur Kontras Papua Piter Ell SH, Rahman Ramlin SH dkk. Saat itu didepan kantor mereka LBH Abepura di Jl Gerilyawan Abepura, ditemukan bangkai kepala anjing dan ada tulisan yang bernada mengancam.
Memang saat itu Paskalis dan rekan –rekannya sedang membela kasus makar pengibaran bendera bintang kejora dengan terdakwa Filep Karma dan Yusak Pakage yang mengibatkan bendera bintang kejora di Lapangan Trikora – Abepura 1 Desember 2003 lalu.
Data teror terbaru, korbannya adalah Yane Waromi. Yane adalah salah satu anak dari mantan tahanan politik Edison Waromi.
Edison adalah tokoh perjuangan Melanesia Barat, yang pernah mendekam di LP Abepura setelah menaikkan bendera Melanesia Barat di halaman Universitas Cenderawasih – Abepura bersama puluhan massanya, empat tahun silam dan telah divonis bersalah melakukan tindak pidana makar oleh PN Klas IA Jayapura.
Edison kini telah bebas dan yang sampai saat ini, ia masih bekerja sebagai Ketua Otoritas Nasional Papua Barat untuk memperjuangkan hak-hak politik bangsa Papua Barat. “ Yane diculik dan disekap di salah satu rumah di Kotaraja Dalam, Abepura,’’ ujarnya.
Saat disekap, Yane dibius di mulut dan disuntik pada jari-jari kaki, tangan, pantat, serta punggungnya.
Yane juga dipukul dengan menggunakan handphone miliknya di bagian belakang kepala dan diancam akan ditembak mati.
Ia kemudian dimasukkan ke dalam coolbox oleh dua orang wanita yang tak dikenalnya itu. “Penyiksaaan itu berlangsung sekitar kurang lebih 18 jam. ” ungkap Aloy yang ditemui SUARA PAPUA di kantor Elsham di Padang Bulan – Abepura.
Terror dan isu memang seperti bukan barang baru lagi untuk Papua. Sebelum (Alm) Theys Hiyo Eluay diculik kemudian dibunuh pada tanggal 10 Nopember 2001 lalu, juga beredar isu manusia bertopeng dan manusia pengisap darah alias drakula yang konon sering muncul di Jl Baru - Abepura.
Warga Jayapura termakan isu, kota Jayapura Pukul 20:00 wit sudah bak kota mati. Orang tak berani keluar malam akibat isu itu.
Saat itulah si penculik Theys beraksi. Jenazah Ondofolo besar Sentani dan Ketua PDP itu ditemukan di daerah Skouw. Sedangkan nasib sopirnya Aristoteles Masoka sampai saat ini tak diketahui dimana rimbanya.
Dengan kejadian akhir –akhir ini teringat dengan selentingan orang yang selalu mengatakan Papua memang masih “seksi” untuk dijual. Entah apa maksudnya itu. (Dian Kandipi/Rahayu/Odeadata Julia)
Selasa, 02 September 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar