Kamis, 18 September 2008

Daufera Kembali Pimpin Gapensi Sarmi


Perencanaan matang, disiplin dan konsisten dengan target yang ditetapkan menjadi satu rahasia keberhasilan lelaki kelahiran Arbais 8 Oktober 1965 yang bermotto tiada kata berhenti untuk belajar. Senang dengan tantangan, banyak belajar dari kegagalan dan kesalahan yang dialami, membuatnya ingin menghabiskan hari tuanya di sebuah areal pertanian untuk mengelola usaha agrobisnis karena bidang konstruksi yang digelutinya saat ini bukanlah tujuan akhir tapi sebuah proses untuk menggali potensi dan kemampuan diri (talenta) yang diberikan Tuhan

Kemampuannya menjembatani kepentingan pengusaha kecil khususnya asli Papua dengan pemerintah dan pengusaha – pengusaha mapan menjadi satu point penting, sehingga Melky Daufera didaulat menjadi Ketua BPC GAPENSI Kabupaten Sarmi periode 2008 – 2012.

Selama masa kepemimpinannya Gapensi mampu menjadi motor bagi upaya pembinaan dan pendampingan kepada para pengusaha local (asli Papua) sehingga secara bertahap terjadi pemerataan dan peningkatan kapasitas pengusaha local, karena tanpa political will dari tingkat organisasi dipastikan tidak ada dukungan dan perhatian dari pihak lain khususnya pemerintah.

Daufera yang terpilih secara demokratis dalam Muscab II Gapensi Kabupaten Sarmi Sabtu (6/9) lalu terhadap dua calon lainnya yakni Marthen Luther Wanewar dan Adolf A. Dimo adalah salah satu putra terbaik dari Sarmi yang sudah malang melintang di dunia kontruksi Papua kurang lebih 23 tahun.

Lelaki yang 8 Oktober nanti genap 43 tahun yang dianugerahi Asean Development Golden Award 2007 dari Lembaga Citra Mandiri Indonesia 18 Maret 2007 lalu adalah Direktur Derkemau Corporation.

Perjalanan karirnya dimulai setamat STM YPK Kotaraja, tahun 1984 – 1985 sempat menjadi guru bantu selama 6 bulan di ST YPK Biak, namun ketika ada tim konsultan untuk pemetaan lokasi transmigrasi, ia bergabung sebagai tim survey.

Selepas itu antara tahun 1986 – 1988 ia bergabung ke PT. Cakra Buana Konsultan sebagai Supervisor, setahun kemudian kembali ia direkrut bergabung ke CV. Dwi Karsa. Dan menjelang akhir 1990 PT. Hutama Karya membuka formasi untuk pembangunan jalan trans Irian, dan dari sekian pelamar, hanya 5 orang asli Papua yang diterima, salah satunya adalah Melky Daufera ketika itu usianya 25 tahun.

Di Hutama Karya statusnya hanya harian lepas dan bertugas sebagai pembantu pelaksana hingga tahun 1992, dan mulai tahun 1993 – 2000 barulah statusnya pegawai harian tetap dan tanggung jawabnya juga meningkat sebagai Kepala Unit Pelaksana, karirnya terus menanjak mulai dari tahun 2003 – 2004 ia ditunjuk sebagai Pelaksana Umum.

“Di Hutama Karya saya belajar banyak, karena manajemen dan penjenjangan di dalam bagus sehingga kita benar – benar di persiapkan untuk menjadi seorang yang bisa segalanya, memulai dari nol, sampai saya bisa menjadi Pelaksana Umum membuat saya sadar dengan potensi dan konsekuensi yang bisa saja menimpa saya sebagai orang upahan”, cerita Daufera sambil menyulut sebatang rokok Sampurna Mild dan menghisapnya dalam – dalam sambil tatapannya menerawang ke beberapa waktu yang lampau.

Secara perlahan ia mulai belajar berdiri dengan bendera sendiri yakni Derkemau Corporation, ketika itu pula terjadi perubahan politik di Kabupaten Sarmi dengan adanya pemekaran Sarmi menjadi kabupaten definitif, atas desakan dan ajakan beberapa rekan sesama kontraktor ia kembali ke kampung halaman, dan ia dipercayakan sebagai Ketua Gapensi Kabupaten Sarmi pada Muscab I 4 tahun silam, dan kini untuk 4 tahun ke depan kembali posisi itu dipercayakan kepadanya.

Dengan bendera Derkemau Corporation pekerjaan yang pertama kali di tangani adalah pembuatan drainase di ruas jalan yang tengah di garap Hutama Karya dengan nilai Rp. 210 juta sepanjang 500 meter.

“itu pekerjaan saya yang pertama dan saya berhasil selesaikan dalam 45 hari, dengan keuntungan sekitar 30 % dari nilai kontraknya, itu semakin membuat saya yakin bahwa saya bisa dan tidak mungkin saya mau jadi bawahan terus, saya harus mempersiapkan diri untuk berwirausaha sendiri”, ujarnya mengenang.

Setelah itu beberapa pekerjaan sebagai sub kontraktor dipercayakan kepadanya, tidak banyak keuntungannya bahkan beberapa kali impas, tapi ilmu dan pengetahuan yang di dapat membuatnya tetap semangat, namun ia sempat “down” dan berpikir untuk berhenti sebagai kontraktor dan jadi anak buah saja (pegawai Hutama Karya) ketika ia dipercayakan menangani pengaspalan jalan sepanjang 3,5 Km di Wamena dan merugi karena kondisi geografisnya yang memiliki tingkat kesulitan tinggi, keterlambatan suply material, sehingga terjadi “high cost”.

“ketika itu tahun 2002, jadi saya hanya kerja saja, alat berat dan bahan di siapkan Hutama Karya, ruginya karena material terlambat supply, sehingga berhari – hari seluruh pekerja saya nganggur di lokasi dan itu harus saya tanggung sesuai kontraknya, untung ada kebijaksanaan dari perusahaan sehingga semangat saya agak pulih, tidak untung minimal kerugian saya agak berkurang”, kenangnya kembali.

Belajar dari hal semacam itulah maka Daufera selalu mengutamakan perencanaan yang matang, ia berprinsip “jangan mengerjakan yang tidak ada dalam perencanaan”, karena akan berdampak terhadap seluruh kegiatan baik waktu, tenaga maupun biaya.
Tahun pertama di Sarmi, Daufera lebih konsentrasi pada konsultan serta menata dan membina anggota GAPENSI, sehingga proyek – proyek tahun 2004 – 2005 di percayakan kepada anggotanya dengan memberikan pembinaan dan dukungan kepada pengusaha lokal. Di tahun 2006 barulah ia “turun gunung” dan dipercayakan oleh Pemda Sarmi untuk mengerjakan 23 unit perumahan Pemda III di Petam yang saat ini sudah tuntas.

Karya nyata lainnya adalah proyek penanggulangan banjir DAS Sungai Nasimo di Serwar, pembangunan rumah dinas pegawai Distrik Pantai Timur Barat, dan di tahun 2007 ini beberapa ruas jalan di Pantai Timur dipercayakan kepadanya, mulai dari ruas jalan Betaf – Takar dan Dabe – Wakde.

Selama 7 tahun malang melintang di dunia konsultan dan konstruksi dengan bendera Derkemau Corporation assetnya mencapai sekitar Rp. 3,2 Milyard, dimana saat ini selain 3 unit dump truck dan sejumlah peralatan pendukung lainnya ia juga memiliki 3 unit mobil operasional namun menurutnya asset terbesarnya adalah pendidikan anak – anaknya dan ia bersyukur bisa memberikan jaminan hidup (menggaji) 8 orang staff tetap, 1 mekanik tetap dan 15 orang karyawan kontrak.

“asset terbesar saya itu pendidikan anak – anak, saat ini anak saya ada yang di Angkatan Laut, dua di perguruan tinggi Institute Teknologi Surakarta dan di kedokteran Uncen, sedangkan yang duanya lagi baru saja tembus SMA Buper dan si bungsu di SD, kalau biaya operasional yang harus saya keluarkan untuk karyawan dan lain – lain setiap bulannya sekitar Rp. 40 juta / bulan”, ceritanya tentang prestasi anak – anaknya yang membanggakan.

Ditanya kiat – kiatnya agar bisa eksis dan bertahan di tengah – tengah persaingan, Daufera mengatakan bahwa menjaga performance, kepercayaan dan kualitas pekerjaan serta membangun hubungan dengan semua pihak, baik pemerintah, asosiasi, bahkan karyawan.

Dan menurutnya yang terpenting sebagai pengusaha asli Papua ia menyadari masih banyak kekurangan dan keterbatasan yang melingkupinya, jangan cepat berpuas diri, harus belajar terus dari siapa saja, jangan melihat status, pengusaha besar maupun kecil. Dan menurutnya harus selalu instropeksi diri, bila orang lain punya kelebihan di sisi lain kita tidak boleh iri, tapi kita harus dekati dan serap ilmunya.

“saya banyak belajar dan bangun hubungan baik dengan pengusaha dari luar Papua yang sudah punya pengalaman, tidak hanya di Hutama dulu, di Sarmi juga saya coba bangun hubungan dengan beberapa pengusaha yang ada di sini misal, Pak Felix Sianto, atau Mr. Andi, saya ingin belajar dari mereka – mereka, karena mereka pasti punya sesuatu yang berharga yang bisa saya pelajari”, katanya sembari menyebutkan beberapa kelemahan yang menghambat pengusaha asli Papua untuk maju.

Sikap seorang entrepreneurs yang inovatif, kreatif dan menyenangi hal – hal baru yang menantang tercermin dari pembawaan dan sikap ayah 2 putra dan 3 putri dari istri Hulda Ketumun yang tidak pernah absen menggelar ibadah keluarga tiap pagi dan sore hari ini.

“lima tahun ke depan saya ingin menggeluti usaha perminyakan atau agro industri, dan saya sudah persiapkan beberapa hektar tanah di Sarmi sini untuk impian saya itu”, jawabnya ketika ditanya apa impian dan keinginannya yang belum tercapai.

Namun sebelum ia mengakhiri petualangannya di dunia konstruksi ia bermaksud mentransfer ilmu dan pengetahuannya yang di peroleh dari serangkaian pelatihan yang pernah diikuti, diantaranya Pelatihan Pelaksana Teknis Umum Lapangan di bidang konstruksi jalan dan jembatan yang di selenggarakan oleh Lembaga Pengembangan Manajemen Kosntruksi (LPMK) kerja sama PU Provinsi dan Hutama Karya, pelatihan International Standart Operational (ISO) 9000 bidang pelaksanaan dan sejak tahun 2000 selama 3 tahun berturut – turut mengikuti pelatihan di Pusat Latihan Jasa Konstruksi (Puslatjakon) mulai bidang gedung, jalan dan pengairan.

“Masih banyak pelatihan yang pernah saya ikuti, nanti ko` pu` buku habis untuk mencatat, tapi yang paling berharga dan membuat saya matang adalah pengalaman di lapangan, khususnya semasa 15 tahun di Hutama Karya, karena di USTJ saya belajar tahu, tapi kalau di lapangan saya belajar bisa”, ujarnya dan menyudahi perbincangan malam hari itu. (Amri)

Tidak ada komentar: